Senin, 11 Maret 2013

SEJARAH KEMERDEKAAN INDONESIA


 SEJARAH KEMERDEKAAN INDONESIA


BAB 1 PENDAHULUAN
Tentu kalian masih ingat bukan dengan penderitaan rakyat pada masa kolonial Belanda?
Penderitaan rakyat itu diakibatkan adanya berbagai kebijakan kolonial yang merugikan rakyat
Indonesia. Bagaimana perasaan kalian jika melihat rakyat kecil ditindas oleh penjajah? Tentu
merasa sakit dan ingin memberontak, bukan? Demikian halnya yang dialami oleh para
mahasiswa dan pemuda masa itu. Mereka, khususnya mahasiswa STOVIA berusaha
mengadakan perlawanan dengan cara yang halus mengingat cara pertempuran fisik selalu
mengalami kegagalan. Berangkat dari kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai
muncul berbagai organisasi pergerakan. Meskipun masing-masing organisasi memiliki asas
dan cara perjuangan yang berbeda-beda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai
kemerdekaan. Kebulatan tekad para pemuda untuk bersatu mencapai puncaknya dengan
dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
A. Latar Belakang Tumbuhnya Kesadaran Nasional
Perasaan akan timbulnya nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan
secara tiba-tiba. Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional.
Nasionalisme yang bersifat menyeluruh dan meliputi semua wilayah Nusantara baru muncul
sekitar awal abad XX. Lahirnya nasionalisme bangsa Indonesia didorong oleh dua faktor,
baik faktor intern maupun faktor ekstern.
1. Faktor Intern
a. Sejarah Masa Lampau yang Gemilang
Indonesia sebagai bangsa telah mengalami zaman nasional pada masa kebesaran Majapahit
dan Sriwijaya. Kedua kerajaan tersebut, terutama Majapahit memainkan peranan sebagai
negara nasional yang wilayahnya meliputi hampir seluruh Nusantara. Kebesaran ini
membawa pikiran dan angan-angan bangsa Indonesia untuk senantiasa dapat menikmati
kebesaran itu. Hal ini dapat menggugah perasaan nasionalisme golongan terpelajar pada
dekade awal abad XX.
b . Penderitaan Rakyat Akibat Penjajahan
Bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan yang panjang dan
menyakitkan sejak masa Portugis. Politik devide et impera, monopoli
perdagangan, sistem tanam paksa, dan kerja rodi merupakan bencana
bagi rakyat Indonesia. Penderitaan itu menjadikan rakyat Indonesia
muncul kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya
menggalang persatuan. Atas prakarsa para kaum intelektual, persatuan
itu dapat diwujudkan dalam bentuk perjuangan yang bersifat modern.
Perjuangan tidak lagi menggunakan kekuatan senjata tetapi dengan
menggunakan organisasi-organisasi pemuda.
5
c. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Barat di Indonesia
Perkembangan sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda tidak dapat dipisahkan dari
politik etis. Ini berarti bahwa terjadinya perubahan di negeri jajahan (Indonesia) banyak
dipengaruhi oleh keadaan yang terjadi di negeri Belanda. Pada tahun 1899, Mr. Courad
Theodore van Deventer melancarkan kritikan-kritikan yang tajam terhadap pemerintah
penjajahan Belanda. Kritikan itu ditulis dan dimuat dalam jurnal Belanda, de Gids dengan
judul Een eereschuld yang berarti hutang budi atau hutang kehormatan. Dalam tulisan
tersebut dijelaskan bahwa kekosongan kas negeri Belanda telah dapat diisi kembali berkat
pengorbanan orang-orang Indonesia. Oleh karena itu, Belanda telah berhutang budi kepada
rakyat Indonesia. Untuk itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui
gagasannya yang dikenal dengan Trilogi van Deventer. Politik yang diperjuangkan dalam
rangka mengadakan kesejahteraan rakyat dikenal dengan nama politik etis. Untuk
mendukung pelaksanaan politik etis, pemerintah Belanda mencanangkan Politik Asosiasi.
Politik Asosiasi berkaitan dengan sikap damai dan menciptakan hubungan harmonis antara
Barat (Belanda) dan Timur (rakyat pribumi). Dalam bidang pendidikan, tujuan Belanda
semula adalah untuk mendapatkan tenaga kerja atau pegawai murahan dan mandor-mandor
yang dapat membaca dengan gaji yang murah. Untuk kepentingan tersebut Belanda
mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat pribumi. Dengan demikian, jelaslah bahwa
pelaksanaan politik etis tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Belanda.
d . Pengaruh Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Perkembangan pendidikan di Indonesia juga banyak diwarnai oleh pendidikan yang dikelola
umat Islam. Ada tiga macam jenis pendidikan Islam di Indonesia yaitu pendidikan di surau
atau langgar, pesantren, dan madrasah. Walaupun dasar pendidikan dan pengajarannya
berlandaskan ilmu pengetahuan agama Islam, mata pelajaran umum lainnya juga mulai
disentuh. Usaha pemerintah kolonial Belanda untuk memecah belah dan Kristenisasi tidak
mampu meruntuhkan moral dan iman para santri. Tokoh-tokoh pergerakan nasional dan
pejuang muslim pun bermunculan dari lingkungan ini. Banyak dari mereka menjadi
penggerak dan tulang punggung perjuangan kemerdekaan. Rakyat Indonesia yang mayoritas
adalah kaum muslim ternyata merupakan salah satu unsur penting untuk menumbuhkan
semangat nasionalisme Indonesia. Para pemimpin nasional yang bercorak Islam akan sangat
mudah untuk mengatur kekuatan Islam dalam membangun kekuatan bangsa.
e . Pengaruh Perkembangan Pendidikan Kebangsaan di Indonesia
Berkembangnya sistem pendidikan Barat melahirkan golongan terpelajar. Adanya
diskriminasi dalam pendidikan kolonial dan tidak adanya kesempatan bagi penduduk pribumi
untuk mengenyam pendidikan, mendorong kaum terpelajar untuk mendirikan sekolah untuk
kaum pribumi. Sekolah ini juga dikenal sebagai sekolah kebangsaan sebab bertujuan untuk
menanamkan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dan mencetak generasi penerus yang
terpelajar dan sadar akan nasib bangsanya. Selain itu sekolah tersebut terbuka bagi semua
masyarakat pribumi dan tidak membedakan dari kalangan mana pun. Tokoh-tokoh pribumi
yang mendirikan sekolah kebangsaan antara lain Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman
Siswa, Douwes Dekker mendirikan Ksatrian School, dan Moh. Syafei mendirikan perguruan
Indonesische Nederlandsche School Kayu Tanam (INS Kayu Tanam).
6
2. Faktor Ekstern
Timbulnya pergerakan nasional Indonesia di samping disebabkan oleh kondisi dalam negeri,
juga ada faktor yang berasal dari luar (ekstern). Berikut ini faktor-faktor ekstern yang
memberi dorongan dan energi terhadap lahirnya pergerakan nasional di Indonesia.
a. Kemenangan Jepang atas Rusia
Selama ini sudah menjadi suatu anggapan umum jika keperkasaan Eropa (bangsa kulit putih)
menjadi simbol superioritas atas bangsa-bangsa lain dari kelompok kulit berwarna. Hal itu
ternyata bukan suatu kenyataan sejarah. Perjalanan sejarah dunia menunjukkan bahwa ketika
pada tahun 1904-1905 terjadi peperangan antara Jepang melawan Rusia, ternyata yang keluar
sebagai pemenang dalam peperangan itu adalah Jepang. Hal ini memberikan semangat juang
terhadap para pelopor pergerakan nasional di Indonesia.
b . Partai Kongres India
Dalam melawan Inggris di India, kaum pergerakan nasional di India membentuk All India
National Congress (Partai Kongres India), atas inisiatif seorang Inggris Allan Octavian Hume
pada tahun 1885. Di bawah kepemimpinan Mahatma Gandhi, partai ini kemudian
menetapkan garis perjuangan yang meliputi Swadesi, Ahimsa, Satyagraha, dan Hartal.
Keempat ajaran Ghandi ini, terutama Satyagraha mengandung makna yang memberi banyak
inspirasi terhadap perjuangan di Indonesia.
c . Filipina di bawah Jose Rizal
Filipina merupakan jajahan Spanyol yang berlangsung sejak 1571 – 1898. Dalam perjalanan
sejarah Filipina muncul sosok tokoh yang bernama Jose Rizal yang merintis pergerakan
nasional dengan mendirikan Liga Filipina. Pada tahun 1892 Jose Rizal melakukan
perlawanan bawah tanah terhadap penindasan Spanyol. Tujuan yang ingin dicapai adalah
bagaimana membangkitkan nasionalisme Filipina dalam menghadapi penjajahan Spanyol.
Dalam perjuangannya Jose Rizal dihukum mati pada tanggal 30 Desember 1896, setelah
gagal dalam pemberontakan Katipunan. Sikap patriotisme dan nasionalisme yang ditunjukkan
Jose Rizal membangkitkan semangat rela berkorban dan cinta tanah air bagi para
cendekiawan di Indonesia.
7
BAB 2 BERDIRINYA ORGANISASI PERGERAKAN
NASIONAL HINGGA INDONESIA MERDEKA
A. Perkembangan Organisasi Pergerakan Nasional
Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi
pergerakan. Masa pergerakan nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam,
dan Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan
Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan
organisasi perempuan.
1. Budi Utomo
Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan
kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di
Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat
rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye
tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo
dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya
adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak
dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf
yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak
bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri,
menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung
tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang
layak.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3
Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor,
Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam kongres
yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
b. Tidak melibatkan diri dalam politik.
a. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
b. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
c. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk
negara dan bangsa.
Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik.
Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.
8
a. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.
2. Sarekat Islam (SI)
Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang
bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo
oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil
oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di
bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup
pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar
memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal
18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam).
Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S
Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang
pesat karena bermotivasi agama Islam.
Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:
a. perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,
b. isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan
kekuatannya
c. membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:
a. mengembangkan jiwa berdagang,
b. memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,
c. memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi
putera,
d. menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,
e. tidak bergerak dalam bidang politik, dan
f. menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.
Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal. SI
merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun 1917 sampai
dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Untuk
menyebarkan propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat
kabar yang bernama Utusan Hindia.
Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur
Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada
tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S Cokroaminoto tidak diberi badan
hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur
Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah
kolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI. Bayangan perpecahan muncul dari
pandangan yang berbeda antara H.O.S Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme.
9
Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah
haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai
rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain
terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI
Merah.
a. SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
b. SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang.
3. Indische Partij (IP)
IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga
Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan
Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti
Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di
Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi
(diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang
Belanda campuran (Indo). IP sebagai organisasi campuran menginginkan
adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar
karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama
dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak
akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi putera. Perlu
diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda,
ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara
terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan
Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP
menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E
Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan
politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial.
4. Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1908 di Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging.
Pelopor pembentukan organisasi ini adalah Sutan Kasayangan Soripada dan RM Noto Suroto.
Para mahasiswa lain yang terlibat dalam organisasi ini adalah R. Pandji Sosrokartono,
Gondowinoto, Notodiningrat, Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro (Wediodiningrat), dan
Brentel. Tujuan dibentuknya Indische Vereeniging adalah untuk memajukan kepentingan
bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia. Kedatangan tokoh-tokoh Indische
Partij seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, sangat mempengaruhi
perkembangan Indische Vereeniging. Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini
memiliki media komunikasi yang berupa majalah Hindia Poetra.
10
5. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Berdirinya
PKI tidak terlepas dari ajaran Marxis yang dibawa oleh Sneevliet. Ia bersama temantemannya
seperti Brandsteder, H.W Dekker, dan P. Bergsma, mendirikan Indische Social
Democratische Vereeniging (ISDV) di Semarang pada tanggal 4 Mei 1914. Tokoh-tokoh
Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun, Alimin, dan lain-lain.
PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah satu upaya yang
ditempuhnya adalah melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat Islam.
Infiltrasi dapat dengan mudah dilakukan karena ada beberapa faktor berikut.
a. Adanya kemelut dalam tubuh SI, di mana pemerintah Belanda lebih memberi pengakuan
kepada cabang Sarekat Islam lokal.
b. Adanya disiplin partai dalam SI, di mana anggota SI yang merangkap anggota ISDV
harus keluar dari SI. Akibatnya SI terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih.
Setelah berhasil menyusup dalam tubuh SI, jumlah anggota PKI semakin besar. PKI
berkembang pesat. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan PKI berkembang pesat.
a. Propagandanya yang sangat menarik.
b. Memiliki pemimpin yang berjiwa kerakyatan.
c. Pandai merebut massa rakyat yang tergabung dalam partai lain.
d. Sikapnya yang tegas terhadap pemerintah kolonial dan kapitalis.
e. Di kalangan rakyat terdapat harapan bahwa PKI bisa menggantikan Ratu Adil.
Organisasi PKI makin kuat ketika pada bulan Februari 1923 Darsono kembali dari Moskow.
Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin dan Musso, maka peranan politik PKI semakin luas.
Pada tanggal 13 November 1926, Partai Komunis Indonesia mengadakan pemberontakan di
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan ini sangat sia-sia karena
massa sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan
ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta dalam pemberontakan. Dampak buruk
lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di tanah air adalah berupa pengekangan dan
penindasan yang luar biasa dari pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang
gerak. Walaupun PKI dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih
melakukan kegiatan politiknya. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk
tetap memperjuangkan aksi revolusioner di Indonesia.
6. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari
studie club. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927
tidak terlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Pemberontakan PKI
pada tahun 1926 membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan baru
dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr.
Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang
sangat pesat karena didorong oleh faktor-faktor berikut.
11
a. Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa.
b. PKI sebagai partai massa telah dilarang.
c. Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir.
Soekarno (Bung Karno).
Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno
mengeluarkan Trilogi mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan
perbuatan nasional. Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk
mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self help
(berjuang dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya terhadap
pemerintah juga antipati dan nonkooperasi.
7. Partai Indonesia (Partindo)
Ketika Ir. Soekarno yang menjadi tokoh dalam PNI ditangkap pada tahun 1929, maka PNI
pecah menjadi dua yaitu Partindo dan PNI Baru. Partindo didirikan oleh Sartono pada tahun
1929. Sejak awal berdirinya Partindo memiliki banyak anggota dan terjun dalam aksi-aksi
politik menuju Indonesia Merdeka. Dasar Partindo sama dengan PNI yaitu nasional.
Tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Asasnya pun juga sama yaitu self help dan
nonkooperasi. Partindo semakin kuat setelah Ir. Soekarno bergabung ke dalamnya pada tahun
1932, setelah dibebaskan dari penjara. Namun, karena kegiatan-kegiatannya yang sangat
radikal menyebabkan pemerintah melakukan pengawasan yang cukup ketat. Karena tidak
bisa berkembang, maka tahun 1936 Partindo bubar.
8. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Perjuangan radikal yang dilakukan oleh PKI, PI, dan PNI mulai berakhir ketika pemerintah
kolonial Belanda melakukan penangkapan terhadap sejumlah tokoh PNI. Di samping itu
pemerintah kolonial di bawah Gubernur Jenderal de Jonge melakukan pengawasan yang ketat
terhadap organisasi-organisasi yang ada pada masa itu. Melihat kondisi tersebut, para tokoh
pergerakan mengubah garis perjuangannya. Dari yang semula radikal dan nonkooperasi
menjadi moderat dan kooperasi dengan menempatkan wakilnya dalam volksraad. Salah satu
organisasi yang bersifat moderat adalah Partai Indonesia Raya (Parindra). Parindra didirikan
di kota Solo oleh dr. Sutomo pada tanggal 26 Desember 1935. Parindra merupakan fusi dan
Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Tujuan Parindra adalah mencapai
Indonesia Raya.
9. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh
orang-orang bekas Partindo. Tokoh-tokohnya antara lain Sartono, Sanusi Pane, dan Moh.
Yamin. Dasar dan tujuannya adalah nasional dan mencapai Indonesia Merdeka. Gerindo juga
menganut asas insidental yang sama dengan Parindra. Tujuan Gerindo antara lain:
a. mencapai Indonesia Merdeka,
b. memperkokoh ekonomi Indonesia,
c. mengangkat kesejahteraan kaum buruh, dan
d. memberi bantuan bagi kaum pengangguran.
12
10. Organisasi Keagamaan
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal
18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad atau
pengikut Muhammad. Dengan nama ini memiliki harapan dapat mencontoh segala jejak
perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad. Tujuan yang ingin dicapai adalah memajukan
pengajaran berdasarkan agama Islam, dan memupuk keimanan dan ketaqwaan para
anggotanya.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, Muhammadiyah melakukan beberapa upaya berikut.
a. Mendirikan sekolah-sekolah (bukan pondok pesantren) dengan pengajaran agama dan
kurikulum yang modern.
b. Mendirikan rumah sakit dengan nama Pusat Kesengsaraan Umum (PKU).
c. Mendirikan rumah yatim piatu.
d. Mendirikan perkumpulan kepanduan Hisbul Wathan.
11. Organisasi Pemuda dan Wanita
Perkumpulan pemuda yang pertama berdiri adalah Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri
pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta atas petunjuk Budi Utomo. Diprakarsai oleh dr. Satiman
Wirjosandjojo, Kadarman, dan Sunardi. Mereka mufakat untuk mendirikan organisasi
kepemudaan yang anggotanya berasal dari siswa sekolah menengah di Jawa dan Madura.
Perkumpulan ini diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti tiga tujuan mulia (sakti, budhi,
bakti). Dalam rangka mengefektifkan perjuangan, diterbitkan sebuah majalah yang juga
diberi nama Tri Koro Dharmo.
Organisasi kepemudaan lainnya yang bersifat kedaerahan banyak bermunculan seperti
Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes,
Timorees Ver Bond, kepanduan, dan sebagainya. Di samping gerakan para pemuda, kaum
wanita juga tidak mau ketinggalan. Pergerakan wanita dipelopori oleh R.A.Kartini dari Jepara
dengan mendirikan Sekolah Kartini. Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920
antara lain Putri Mardika yang didirikan atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan ini
bertujuan untuk memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan cara memberi
penerangan dan bantuan dana, mempertinggi sikap yang merdeka, dan melenyapkan tindakan
malu-malu yang melampaui batas.
B . Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia
1. Kekosongan Kekuasaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang
oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk
lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga
menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
13
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang
kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia,
pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan
sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang. Keadaan ini merupakan
peluang yang sangat baik bagi bangsa indonesia, karena saat itu indonesia
2. Perbedaan pendapat antara kelompok tua dan muda
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut
Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan
kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal
bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan
dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah
sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha
bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa
militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan
Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke
kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di
Jl Imam Bonjol 1).
Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di
Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari
Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya
di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh
Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI
pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok
14
3. Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang konon kabarnya
terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka yang
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16
Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain,
mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan
Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di
sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang
telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana,
dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad
Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka
diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo
berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan
kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat
bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan
untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda
Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-
Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi
Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima
kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal
16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo,
tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta
menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta
meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura
tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan
ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia
mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat
(Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan
Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks
Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan
oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah,
Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang
15
mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada
Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan
agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung
Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta,
Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim
Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor
(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di
Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
C. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di
ruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu
adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi
Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar
Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan
proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera
Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh
Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah
Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang
Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera
berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka
tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.Setelah upacara selesai
berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke
Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian
terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI)
dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan
M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden
16
dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan
dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi Teks Proklamasi
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605
D. Penyebarluasan Berita Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
Setelah Proklmasi berita kemerdekaan Indonesia segera menyebar di Jakarta dan selanjutnya
disebarkan ke seluruh Indonesia. Penyambutan berita Proklamasi terbukti dengan adanya
pelucutan senjata pasukan Jepang, pengambil alihan pucuk pimpinan dan semangat terus
berjuang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penyebarluasan berita
Proklamasi tersebut dilakukan melalui,
1. Radio kantor berita Jepang, Domai yang berhasil dikacaukan. Berita proklamasi tersebut
tersiar pada tanggal 17 Agustus 1945 sebanyak tiga kali. Bahkan setiap 30 menit hingga
siaran berakhir pukul 16.00 berita tersebut terus diulang. Berita kemerdekaan Indonesia
akhirnya dapat tersebar hingga ke luar negeri melalui jaringan Jepang sendiri. Berita
kemerdekaan Indonesia tersebut terus tersebar kemana-mana.
2. Surat Kabar, surat kabar yang pertama menyebarkan berita tentang proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah Tjahaja di Bandung dan Soeara Asia di Surabaya. Hampir
seluruh harian di jwa dalam penerbitan tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita
proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3. Selebaran yang disebarkan di penjuru kota.
4. Spanduk dan Pamflet dipasang ditempat-tempat strategis yang mudah dilihat khalayak
ramai.
5. Aksi corat-coretan pada tembok-tembok atau bahkan pada gerbong-gerbong kereta api.
6. Penyebaran berita dari mulut ke mulut secara beranting, salah satu kelompok yang
terkemuka yaitu kelompok Sukarni yang bermarkas di Jalan Bogor.
7. Berita Proklamasi disiarkan ke daerah-daerah melalui utusan daerah yang kebetulan
waktu itu mengikuti sidang PPKI dan menyaksikan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945, diantaranya
8. Teuku Moh. Hasan (Sumatra), Sam Ratulangie (Sulawesi), I Gusti Ketut Puja (Sunda
Kecil/Nusa Tenggara), Hamidhan (Kalimantan), Latuharhary (Maluku)
9. Pengiriman delegasi ke Negara-negara sahabat untuk menyebarluaskan berita proklamasi
kemerdekaan, misalnya Mr. Pilar dan Mr. A.A Maramis ke India guna mendapat
dukungan atas kemerdekaan RI.
17
BAB 3 KEMERDEKAAN INDONESIA HINGGA
SUPERSEMAR
A. Pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden
Saat sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945, dalam sidang inilah
dasar negara kita mulai dibicarakan orang diantara para pembicaranya adalah M. Yamin dan
Bung Karno yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas
lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk
dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni
1945.
18
Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan
sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih
dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah
merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari
kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin
bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya dengan
keputusan mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 dan memilih presiden dan wakil
presiden. Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17
Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia
bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar
pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka
rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja
diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI,
khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus
Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha
meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
19
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat
Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan
dan diganti dengan “Yang Maha Esa”. Selain itu, juga ada perbaikan lainnya seperti pada bab
III, pasal 6 UUD 1945 yang sebelumnya menyatakan bahwa “Presiden ialah orang indonesia
asli yang beragama islam, diubah menjadi Presiden adalah orang Indonesia Asli. Dalam
sidang ini pula rancangan undang-undang dasar ditetapkan dan disahkan menjadi Undang-
Undang Dasar 1945.
Pada waktu sidang PPKI membahas Bab III rancangan UUD 1945, Otto Iskandardinata
mengusulkan agar sekaligus saja memilih presiden dan wakilnya. Ia mengusulkan Soekarno
sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Ternyata usul tersebut diterima
secara bulat dan disambut dengan upacara menyanyikan lagu Indonesia Raya sebanyak 2
kali. Dengan demikian kedua proklamator tersebut, sejak 18 Agustus 1945 resmi menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama.
B. Pembentukan Lembaga-Lembaga Negara
Setelah menetapkan Soekarno dan Moh.Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia, pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI melanjutkan sidangnya. Namun seblum
sedang dimulai Presiden Soekarno menunjuk Mr.Ahmad Subardjo, Sutarjo, dan Mr. Kasman
untuk membentuk panitia kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata yang menghasilkan
keputusan sebagai berikut :
a. Pembagian wilayah Republik Indonesia
Dalam upaya mempermudah dan memperlancar pelaksanaan birokrasi pemerintahan,
Panitia Kecil memutuskan bahwa wilayah negara Republik Indonesia di bagi menjadi 8
Provinsi dan masing – masing dipimpin oleh Gubernur, antara lain :
1. Sumatera : Teuku Mohammad Hasan
2. Jawa Barat : Sutarjo Kartohadikusumo
3. Jawa Tengah : R. Panji Suruso
4. Jawa Timur : R.M. Suryo
5. Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ketut Puja
6. Maluku : Mr. J. Latuharhary
7. Sulawesi : Dr. G.S.S.J Ratulangi
8. Kalimantan : Ir. Pangeran Mohammad Nur
b. Pembentukan Komite Nasional
Anggota KNIP berasal dari golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai
daerah jumlahnya 137 orang. Anggota KNIP dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di
Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta.
Sidang KNIP pertama berhasil memilih ketua dan wakil ketua.
Kasman Singodimedjo dipilih sebagai Ketua, dengan Wakil Ketua I : M. Sutardjo;
Wakil Ketua II : Latuharhary; Wakil Ketua III : Adam Malik. Namun karena situasi
keamanan yang tidak menentu, pembentukan Komite Nasional Daerah gagal dibentuk
20
c. Pembentukan departemen dan penunjukan para menteri
1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Luar Negeri;
3. Menteri Keuangan;
4. Menteri Kehakiman
5. Menteri Kemakmuran;
6. Menteri Keamanan Rakyat
7. Menteri Kesehatan;
8. Menteri Pengajaran,;
9. Menteri Penerangan
10. Menteri Sosial;
11. Menteri Pekerjaan Umum
12. Menteri Perhubungan;
13. Menteri Negara
C. Perkembangan Politik Pada Masa Awal Kemerdekaan
Sampai Tahun 1950
1. Perkembangan Keragaman Ideologi dan Partai Politik
Alasan Keluarnya Maklumat Pemerintah No. X 16 Oktober 1945 :
1. Adanya kesan politik bahwa kekuasaan Presiden terlalu besar sehingga
dikhawatirkan diktator
2. Adanya propaganda Belanda bahwa pemerintah RI adalah pemerintahan yang
bersifat Fasis, seperti yang menganut. Oleh karena itu Belanda menganjurkan
kepada dunia internasional agar tidak mengakui kedaulatan RI.
3. Untuk menunjukkan kepada dunia internasional khususnya pihak sekutu bahwa
Indonesia yang baru merdeka adalah demokratis, bukan negara fasis buatan
Jepang
Ketika pemerintah merencanakan pembentukan partai tunggal dengan menetapkan PNI
sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia, reaksi keras bermunculan. Akhirnya
rencana itu dibatalkan dengan dikeluarkannya Maklumat No.X yang ditandatangani oleh
Wakil Presiden Drs.Moh Hatta pada tanggal 3 November 1945. Keluarnya Maklumat itu
menunjukkan bahwa negara Indonesia yang baru berdiri itu merupakan sebuah negara
demokrasi. Setelah keluarnya maklumat ini, banyak bermunculan partai politik dengan
berbagai latar belakang dan ideologi yang berbeda, seperti berikut :
1. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) berdiri 7 November 1945, dipimpin
oleh Dr. Sukiman Wirjosanjoyo
2. PKI berdiri 7 November 1945, dipimpin oleh Moh. Yusuf.
3. PBI (Partai Buruh Indonesia) berdiri 8 November 1945, dipimpin oleh Nyono
4. PRJ (Partai Rakyat Jelata) berdiri tanggal 8 November 1945, dipimpin oleh Sutan
Dewanis
5. Parkindo (Partai Kristen Indonesia) berdiri 10 November 1945, dipimpin oleh
Probowinoto
21
6. Parsi (Partai Sosialis Indonesia) berdiri 10 November 1945, dipimpin oleh Amir
Syarifuddin
7. Paras (Partai Rakyat Sosialis) berdiri tanggal 20 November 1945, dipimpin oleh Sutan
Syahrir. Parsi dan Paras kemudian bergabung menjadi Partai Sosialis yang dipimpin
oleh Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin dan Oei Hwee Goat, pada bulan Desember 1945
8. PKRI (Partai Katholik Republik Indonesia) berdiri 8 Desember 1945, dipimpin oleh
I.J. Kasimo.
9. Permai (Persatuan Rakyat Marhaen) berdiri 17 Desember 1945, didirikan oleh J.B.
Assa
10. PNI (Partai Nasional Indonesia) berdiri tanggal 29 Januari 1946, dipimpin oleh Sidik
Joyosukarto.
2. Konflik antara Partai-Partai Politik
Upaya yang dilakukan bangsa Indonesia mengahadapi kembalinya belanda berkuasa atas
wilayah indonesia yang terpecah-pecah. Hal ini terlihat dengan jatuh bangunnya kabinet
yang berkuasa pada masa itu. Kabinet yang pernah berkuasa antara tahun 1945 sampai
tahun 1950, antara lain :
1. Kabinet Presidentil Pertama, taggal 2 September 1945 - 14 November 1945
2. Kabinet Syahrir I, 14 November 1945 - 12 Maret 1946
3. Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946 - 20 Oktober 1946
4. Kabinet Syahrir III, 20 Oktober 1946 - 27 Juni 1947
5. Kabinet Amir Syarifuddin I, 3 Juli 1947 - 11 November 1947
6. Kabinet Amir Syarifuddin II, 11 November 1947 - 29 Januari 1948
7. Kabinet Hatta I (Presidentil), 29 Januari 1948 - 4 Agustus 1948
8. Kabinet Darurat (PDRI), 19 Desember 1948 - 13 Juli 1949
9. Kabinet Hatta II (Presidentil), 4 Agustus - 20 Agustus 1949
D. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di
Berbagai Daerah
Setelah menghancurkan Jepang, Komando Sekutu Asia Tenggara di Singapura
memerintahkan tujuh perwira Inggris untuk datang ke Indonesia dibawah pimpinan Mayor
A.G. Greenhalg. Mereka tiba di Indonesia pada tanggal 8 September 1945 dengan tugas
mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia. Kedatangan sekutu di Indonesia yang
diboncengi tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration mengakibatkan tugas TNI
makin berat untuk mempertahankan kemerdekaan. Usaha mempertahankan kemerdekaan
demudian dilakukan dengan cara militer dan perundingan (aklamasi).
Konflik Indonesia-Belanda banyak terjadi di daerah-daerah, seperti pertempuran di Surabaya,
Bandung, Medan, Manado, Biak, dan sebagainya.
A. Pertempuran di Surabaya
Kekuatan asing yang harus dihadapi Republik Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia
adalah Sekutu yang ditugaskan untuk menduduki wilayah Indonesia dan melucuti tentara
Jepang. Yang melaksanakan tugas ini adalah Komando untuk Asia Tenggara, dipimpin
oleh laksamana Lord Louis Mountbatten. Kemudian, Mountbatten membentuk suatu
22
komando yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah
pimpinan Letnan Jendral Sir Philip Christison.
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan AFNEI dari brigade 49 mendarat di Tanjung
Perak, Surabaya yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Kedatangan pasukan
AFNEI di Surabaya menumbuhkan kecurigaan bagi pemerintah RI bahwa kedatangan
AFNEI diboncengi oleh NICA. Kecurigaan itu bisa diatasi setelah adanya kesepakatan
antara Mallaby dan wakil pemerintah RI bahwa AFNEI menjamin tidak ada pasukan
Belanda (NICA) yang membonceng mereka dan tugas AFNEI di Indonesia hanya
melucuti tentara Jepang. Namun kesepakatan tersebut diingkari oleh pihak AFNEI.
Terbukti pihak AFNEI melakukan provokasi yang mengundang kemarahan rakyat
Surabaya.
Provokasi yang dilakukan AFNEI adalah sebagai berikut.
a. Pasukan AFNEI menyerbu penjara Kalisosok untuk membebaskan kolonel angkatan
laut Belanda yang ditawan pemerintah RI. Penyerbuan ini dilakukan pada tanggal 26
Oktober 1945.
b. Pada tanggal 27 Oktober 1945 AFNEI menduduki tempat-tempat penting, seperti
pangkalan udara Tanjung Priok, kantor pos besar, dan tempat-tempat penting lainnya.
c. Pada tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang AFNEI menyebarkan pamflet yang
isinya memerintahkan kepada rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan
senjata yang dirampas dari Jepang.
Provokasi yang dilakukan AFNEI membuat kepercayaan pemerintah RI di Surabaya
menjadi pudar. Kemudian, pemerintah mulai memerintahkan pemuda dan TKR untuk
bersiaga. Pada tanggal 27 Oktober 1945 mulailah pertempuran antara pasukan Indonesia
melawan AFNEI. Pertempuran ini membuat pasukan AFNEI terancam hancur.
Di tengah situasi yang mencekam, Jenderal D.C. Hawthorn menghubungi Soekarno untuk
berunding guna membantu meredakan serangan pasukan Indonesia. Soekarno-Hatta dan
Amir Syarifuddin tiba di Surabaya tanggal 29 Oktober 1945. Perundingan antara
pemerintah RI dan AFNEI mencapai kesepakatan untuk membentuk panitia penghubung
(contact commitee) yang bertugas menjernihkan kesalahpahaman dan menyerukan
gencatan senjata.
Insiden yang terjadi di Gedung Internasional yang mengakibatkan tewasnya Brigjen
Mallaby, menyulut kemarahan pasukan AFNEI. Mereka menambah pasukan di bawah
pimpinan Mayjen R.C. Mansergh.
Pada tanggal 9 November 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum sebagai berikut.
a. AFNEI menuntut balas atas kematian Brigjen Mallaby.
b. AFNEI menginstruksikan kepada pemerintah, pemuda, keamanan, dan masyarakat
untuk melapor, menyerahkan senjata, meletakkan tangan diatas kepala, dan
menandatangani penyerahan tanpa syarat.
Batas ultimatum itu ditentukan sampai tanggal 1 November 1945 pukul 06.00 WIB.
Apabila tidak dijalankan, maka Surabaya akan digempur melalui darat, laut, dan udara.
Ultimatum itu sempat melecehkan martabat rakyat Indonesia. Dalam suasana yang makin
23
tegang, Menlu Achmad Soebardjo menyerahkan keputusan kepada rakyat Surabaya.
Memalui siaran radio, Gubernur Jawa Timur, Surya, mengumumkan penolakan secara
tegas atas ultimatum AFNEI.
Pada tanggal 10 November 1945, pasukan AFNEI menggempur kota Surabaya melalui
darat, laut, dan udara. Rakyat Surabaya dengan gigih mempertahankan kota Surabaya,
walaupun telah menelan banyak korban. Kota Surabaya dapat dipertahankan hampir 3
minggu. Pertempuran yang terakhir terjadi pada tanggal 28 November 1945 di Gunung
Sari.
B. Bandung Lautan Api
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat
sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada
saat itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut
pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan
kotra Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung.
Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan
terhadap kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946.
Pada tanggal 23 maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI
meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari
pemerintah pusat Jakarta supaya TRI meninggalkan Bandung.
Perintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI di
Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara
membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal
bagi pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota
Bandung. Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.
C. Pertempuran Medan Area
Karena sulitnya komunikasi, proklamasi kemerdekaan baru diumumkan secara resmi di
Medan pada tanggal 27 Agustus 1945 oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku
Gubernur Sumatra. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan AFNEI dibawah pimpinan
Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Belawan. Kedatangan pasukan AFNEI ini diboncengi
oleh pasukan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan.
Kedatangan pasukan AFNEI disambut baik oleh pemerintah RI karena pemerintah RI
menghormati tugas AFNEI di Indonesia.
Namun dibalik itu, sehari setelah AFNEI mendarat di Belawan, pasukan AFNEI
mendatangi kamp-kamp tawanan untuk membebaskan tawanan perang yang kebanyakan
orang Belanda. Tawanan yang dibebaskan itu, kemudian dipersenjatai dan dibentuk
menjadi Batalyon KNIL di Medan.
Hal tersebut memancing kemarahan para pemuda sehingga meletuslah pertempuran di
Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Pertempuran tidak hanya terjadi di Medan,
24
melainkan menyebar ke kota-kota lain, seperti Pematangsiantar dan Brastagi. Dalam
menghadapi kedatangan Sekutu dan NICA, para pemuda membentuk kekuatan militer,
yaitu TKR Sumatra Timur yang dikomandani oleh Achmad Tahir. Juga, para pemuda
membentuk Laskar Perjuangan Pemuda Republik Indonesia Sumatra Timur.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 AFNEI mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan
TKR dan Laskar Perjuangan supaya menyerahkan senjata. Tanggal 1 Desember 1945
AFNEI membatasi daerah Medan dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan
Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area) di sudut-sudut pinggiran kota
Medan. Selain itu, pasukan AFNEI dan NICA mengadakan aksi pembersihan unsur-unsur
RI diseluruh kota.
Aksi ini menimbulkan reaksi tembak menembak dan pertempuran tidak bisa dihindari
lagi. Dalam bulan April 1946, kota Medan dikuasai oleh pasukan AFNEI. Gubernur,
TKR, dan Wali Kota Medan memindahkan pusat pemerintahan ke Pematangsiantar.
Karena tidak adanya komando yang jelas, mengakibatkan serangan para pejuang
Indonesia terhadap AFNEI tidak berarti dan tidak membuahkan hasil yang baik. Untuk
mengefektifkan serangan terhadap pasukan AFNEI, para komandan yang berjuang di
Medan mengadakan pertemuan di Tebing Tinggi dan membentuk satuan komando yang
bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Pertemuan ini berlangsung pada
tanggal 19 Agustus 1946. Dengan terbentuknya Komando Resimen Laskar Rakyat Medan
Area, serangan terhadap pasukan AFNEI menjadi lebih efektif.
D. Peristiwa Merah Putih di Menado
Karena sulitnya komunikasi, proklamasi kemerdekaan di Menado mengalami
keterlambatan seperti di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa. Sejak pasukan AFNEI
mendarat di Menado yang diboncengi oleh pasukan NICA, upaya penegakan kedaulatan
Indonesia makin sulit. Kedatangan pasukan AFNEI adalah untuk membebaskan anggota
KNIL bekas tawanan Jepang yang kemudian dipersenjatai dan dikenal dengan nama
Tangsi Putih.
Sejak akhir tahun 1945 pasukan AFNEI meninggalkan sulawesi utara dan kekuasaan
diserahkan sepenuhnya kepada NICA. Sejak saat itu, pasukan NICA bertindak semenamena
dan melakukan penangkapan pada sejumlah tokoh RI. Tindakan yang dilakukan
NICA ini mengundang reaksi dari para pendukung RI, terutama para pemuda dan mantan
anggota KNIL yang berasal dari Indonesia. Mantan anggota KNIL ini dikenal sebagai
Tangsi Hitam yang kemudian membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI).
Pada pertengahan Januari 1946 PPI mengadakan rapat rahasia untuk menggalang aksi
perlawanan. Namun kegiatan tersebut diketahui oleh NICA yang berakibat beberapa
pimpinan PPI ditangkap. Senjata dari pasukan Tangsi Hitam dapat dilucuti oleh NICA,
tetapi kejadian tersebut tidak mengerutkan semangat para pejuang di armada.
Pada tanggal 14 Februari 1946 tanpa dilengkapi senjata, PPI menyerbu kedudukan NICA
di Teling. Mereka membebaskan para tokoh pejuang Indonesia yang ditawan dan mampu
menawan komandan NICA beserta anak buahnya. Pada hari itu juga, sebagian pejuang
Indonesia mengambil bendera Belanda yang berada di pos penjagaan da merobek warna
25
birunya sehingga yang masih ada hanya warna merah dan putih. Bendera itu dikibarkan di
Tangsi Teling. Peristiwa ini menandai peristiwa merah putih di Menado.
Serangan PPI masih dilanjutkan dan berhasil menguasai markas NICA di Tomohon dan
Tondano. Setelah kedudukan NICA dapat diambil alih oleh para pejuang Indonesia, pada
tanggal 16 Februari 1946 dibentuklah pemerintahan sipil, dan sebagai residennya adalah
B.W. Lapian. PPI juga membentuk TKR yang dipimpin oleh C.H. Taulu, Wuisan, dan J.
Kaseger. Akhirnya, kompi KNIL Tangsi Hitam dijadikan Tentara Republik Indonesia.
E. Peristiwa Merah Putih di Biak
Seperti di daerah lain, upaya untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di Biak (Papua)
mengalami hambatan dari pasukan NICA. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia di
Irian (Papua Barat) disambut gembira. Dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan
bergema di kota-kota, seperti Jayapura, Sorong, dan Serui. Para tokoh-tokoh pejuang Irian
membentuk Komite Nasilnal Daerah yang dipimpin oleh Martin Indey. Di Biak terbentuk
pula Partai Indonesia Merdeka yang dipimpin oleh Lucas Roemkorem. Kegiatan mereka
menyusun kekuatan untuk melawan Belanda.
Sejak berkobarnya semangat nasionalisme, para pemuda Irian menggunakan lencana
merah putih. Mereka dengan berani mengibarkan sang merah putih dan
menyelenggarakan rapat-rapat umum. Pada tanggal 14 Maret 1948 para pejuang Irian
menyerang tangsi militer Belanda di Sorido dan Biak yang dipimpin oleh Yoseph. Karena
persenjataan NICA lebih unggul, maka serangan mengalami kegagalan. Tiga orang
pimpinan ditangkap dan diadili di Belanda. Dua orang dihukum mati dan seorang dijatuhi
hukuman seumur hidup.
F. Perjanjian Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan
menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam
perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak
diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi
khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah
mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan
tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
· Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan
yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de
facto paling lambat 1 Januari 1949,
· Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
bagiannya adalah Republik Indonesia
· Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis
Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis dan
bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya menjadi bagian Uni
26
Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan
kepentingan bersama dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah
ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB.
Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat
arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari
kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung
pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai
kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang
diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
G. Agresi Militer Belanda I
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam
14 hari, yang berisi:
1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerahdaerah yang
diduduki Belanda;
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah
Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama); dan
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama
masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras
dari kalangan parpol-parpol di Republik. Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung
tiba, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal
20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi
polisionil' mereka yang pertama. Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana
mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang
bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten),
dan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan
yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai
semua pelabuhan perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar
Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang
diamankan. Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat
Sjahrir bingung dan putus asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui
tuntutan Belanda dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.
Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam
kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi
Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk
melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan
merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi
pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai 'aksi polisional' tersebut
27
serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap
Republik.
H. Perjanjian Renville
Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia
dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera
setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia,
Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu . Tanggal 17 Januari 1948
berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata
menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang
berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi
Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati,
karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau
besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang
direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada
Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa
peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang
persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan
Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan
diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat
aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani
agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan
Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno
dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih
lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti
sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi
dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang
dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah
I. Agresi Militer Belanda II
Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta,
Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara.
J. Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara
secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di
wilayah Divisi III/GM III -dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah
sipil setempat- berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan
kepada dunia internasional bahwa TNI -berarti juga Republik Indonesia- masih ada dan
28
cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam
perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk
mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa
Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan
perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta
sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta
E. Perjuangan Mewujudkan Kembali NKRI
1. Perjanjian Roem-Royen
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda,
terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya
kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding
dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati
Perjanjian Roem Royen.
2. KMB (Konferensi Meja Bundar)
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia
dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November
1949. Yang menghasilkan kesepakatan:
· Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) .
· Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan
3. UUDS 1950
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presifen Soekarno menandatangani Rancangan Undang-
Undang Dasar menjadi Rancangan Undang-Undang Dasar Semestara yang kemudian dikenal
dengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.
4. Pengeluaran Dekret Presiden 1959 dan kembali ke NKRI
Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan
UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10
November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan
UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali
kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas
menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya
menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan
pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju.
Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang,
karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yg
harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota)
agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1
dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.
Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses (masa perhentian sidang
[parlemen]; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang ternyata merupakan akhir dari upaya
penyusunan UUD.
29
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan
dalam upacara resmi di Istana Merdeka.
Isi dari Dekret tersebut antara lain :
1. Pembubaran Konstituante
2. Pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
F. Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri
1. Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Puncak pergerakan PKI Madiun yaitu pada tanggal 18 September 1948 yaitu dengan
pernyataan tokoh PKI tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia yang bertujuan men
gganti dasar negara pancasila dengan Komunis. PKI melancarkan aksinya dengan menguasai
seluruh karesidenan Pati dan juga melakukan pembunuhan dan penculikan secara besarbesaran
terhadap setiap golongan yang dianggap musuhnya. Ini mndorong pemerintah
melakukan tindakan tegas. Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto
dan Kolonel Sungkono untuk mengerahkan kekuatan TNI untuk menhadapi gerakan
pemberontakan PKI. Dengan bantuan rakyat pula, tanggal 30 September 1948 Madiun
berhasil direbut kembali. Dalam pelarian Musso dan Amir Syariuddin tewas tertembak.
2. Gerakan Darul Islam (DI/TII)
Pada masa perjuangan kemerdekaan, Kartosuwiryo telah mempunyai cita-cita untuk
mendirikan negara islam indonesia. Sejak ditandatanganinya perjanjian renville tanggal 8
Desember 1947. Pasukan TNI harus meninggalkan wilayah jawa barat dan hijrah ke jawa
tengah. Kartosuwiryo yang memimpin pasukan Hisbullah dan Sabilillah tidak ikut serta
dalam hijrah tersebut, ia kemudian membentuk DI/TII yang bermarkas besar di Gunung
Cepu. Pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong, Jawa Barat Negara Islam Indonesia
dibentk dengan Kartosuwiryo sebagai kepala negaranya. Kembalinya Divisi Siliwangi yang
ingin memasuki wilayah jawa barat, membuat DI/TII melakukan perlawanan. Akhirnya pada
tahun 1960 dilaksanakan operasi Pagar Betis oleh TNI dan rakyat untuk menyerang
Kartosuwiryo. Pada tanggal 4 Juni 1962, ia tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
3. Gerakan 30 September 1965/PKI
a. Sebab munculnya G30SPKI
Sejak tepilihnya Aidit sebagai ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali
PKI. Dalam Pemilihn Umum tahun 1955, PKI berhasil menjadi satu dari empat partai besar
di Indonesia disamping PNI, Masyumi, dan NU.
PKI juga membentuk biro khusus untuk mempersiapkan kader-kader diberbagai organisasi
politik termasuk ABRI, juga mempengaruhi presiden Soekarno untuk menyingkirkan lawanlawan
politiknya, Setelah PKI cukup kuat, dilancarkan isu bahwa pimpinan Angkatan Darat
akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat Peringatan Ulang Tahun ABRI
5 Oktober 1965.
30
b. Gerakan 30 September terjadi
Menjelang 30 september 1965, kesehatan Presiden Soekarno mulai menurun. Mengetahui
keadaan ini, Aidit langsung memulai gerakan. Gerakan ini dipimpin oleh Letkol Untung ,
Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa. Letkol Untung memerintahkan kepada seluruh
anggota untuk siap dan mulai bergerak pada dini hair 1 Oktober 1965 untuk melakukan
penculikan dan pembunuhan terhadap 6 Perwira tinggi dan Seorang Perwira Pertama
Angkatan Darat. Para Korban dibawa ke Lubang Buaya. Kemudian dimasukkan dalam sumur
tua dan ditimbun dengan sampah dan tanah. Ketujuh korban dari TNI Angkatan darat sebagai
berikut :
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal R. Soeprapto
3. Mayor Jenderal Haryono Tirtodarmo
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan
6. Brigadir Jenderal Soetono Siswomiharjo
7. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean
c. Penumpasan G30SPKI
Langkah yang dilakukan yaitu menetralisasi pasukan yang berada disekitar Medan Merdeka.
Operasi pemumpasan ini dilakukan pada sore hati pukul 19.15 1 Oktober 1965. Sementara
itu, pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI Pusat, gedung telekomunikasi
dan mengamankan gedung medan merdeka tanpa bentrokan senjata.
Karena basis utama G30SPKI berada sisekitar lapangan udara halim perdana Kusuma, maka
langkah berikutnya adalah berupaya membebaskan lapangan tersebut dari tangan G30SPKI.
Presiden Soekarno dihimbau untuk meninggalkan Halim Perdana Kusuma, menuju Istana
Bogor. Kemudian Pasukan RPKAD dan Pasukan Batalyon 238 Kujang serta Balalyon 1
Kavaleri bergerak menuju sasaran. Pada pukul 06.10 WIB tanggal 2 Oktober 1965, Halim
Perdana Kusuma sudah berhasil dikuasai.
Dalam derakan pembersihan disekitar lubang buaya pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil
ditemukan jenazah para perwira tinggi Angkatan Darat yang dikubur dalam Sumur
Tua.Pengangkatan jenazah dilakukan tanggal 4 Oktober 1965, kemudian seluruh jenazah
dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Keesokan harinya, bertepatan hari ulanga
tahun ABRI, jenazah mereka di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
d. Dampak Setelah G30SPKI
Setelah peristiwa G30SPKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum stabil. Situasi
nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan. Sementara itu,
kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai politik. Kehidupan
ekonomi juga suram, sehingga kemeralatan dan kekurangan makanan terjadi dimana-mana.
Untuk mendapatkan bahan-bahan pokok, orang harus antri telebih dahulu.
Inflasi yang hingga mencapai 600% setahun, kenaikan bahan bakar yang menjadi 4 kali lipat
menjadikan timbulnya demonstrasi besar-besaran yang lebih dikenal dengan tritura pada
tanggal 10 Januari 1966. Tritura adalah kependekan atau singkatan dari tri tunturan rakyat
atau tiga tuntutan rakyat yang dicetuskan dan diserukan oleh para mahasiswa KAMI
31
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan didukung oleh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia / ABRI pada tahun 1965 yang ditujukan kepada Pemerintah.
Sebelumnya tunturan pembubaran PKI serta perombakan kabinet pada pemerintah telah
digaungi oleh KAP-Gestapu yang merupakan singkatan dari (Kesatuan Aksi Pengganyangan
Gerakan 30 September).
Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat Berisi / Memiliki Isi :
1. Bubarkan PKI
2. Perombakan Kabinet
3. Turunkan Harga
Awal keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno
mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan
nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai
panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan
liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah
pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di
Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I
Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan
Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah
disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena
yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto
(yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku
Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat
peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri
sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam
sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap
sebagai sebuah kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui
Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral
Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam
hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai
situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu
menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa
yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral
(purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat
Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada
Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu
untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
32
BAB 4 PENUTUP
A. KESIMPULAN
17 Agustus 1945, Hari dimana Negara Republik Indonesia kita tercinta merdeka. Suatu
pencapaian yang sangat sulit untuk bisa melaksanakan kemerdeka tersebut. Dimulai saat
penjajahan Belanda mulai banyak muncul penderitaan. Penderitaan rakyat itu memacu
para mahasiswa dan pemuda masa itu untuk melawan Belanda dengan cara mereka
sendiri yaitu dengan cara mendirikan organisasi pergerakan nasional. Seperti budi Utomo,
Sarekat Islam (SI), Indische Partij (IP), Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis
Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia (Partindo), Partai
Indonesia Raya (Parindra), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Organisasi Keagamaan
dan Organisasi Pemuda dan Wanita. Namun, diantara organisasi ini, ada beberapa yang
keliru dalam memperjuangkan kemerdekaan NKRI ini, seperti PKI yang malah membuat
lembaran hitam bagi kemerdekaan Indonesia.
6 Agustus 1945, dimulai ketika sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika Serikat. 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas
Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Proklamasipun dimulai dengan perdebatan antara golongan tua dan
muda. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya
pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Para pemuda pejuang kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945,
mereka membawa Soekarno dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal
sebagai peristiwa Rengasdengklok. Akhinya pada 17 Agustus 1945, di kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 pada pukul 10:00 diproklamirkanlah kemerdekaan
Indonesia. Kemudian selanhjutnya dilakukan pegesahan UUD 1945, Pemilihan Presiden,
Pembagian wilayah Republik Indonesia, Pembentukan Komite Nasional, Pembentukan
depatemen dan mentretinya.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia, belum sampai disini masih banyak masalah yang
muncul misalnya seperti konflik antar partai politik, pertempuran di Surabaya, Bandung
Lautan Api, Pertempuran Medan Area, Perjnajian Linggarjati, Perjanjian Renville, Agresi
Militer Belanda I dan II. Sampai dasar Negara UUD 1945 sempat berubah menjadi
UUDS 1950, Keluarnya Dekrit Presiden 1959, dan pemberontakan yang dilakukan anak
bangsa sendiri seperti PKI di Madiun, DI/TII, dan Gerakan 30 September yang memicu
Negara Indonesia ini tidak stabil dibidang politik, pangan, dan lain sebagainya.
Dibalik semua permasalahan yang saya sebutkan di atas, kita bangsa Indonesia harus
bangga dengan kemerdekaan Negara kita yang bukan pemberian dari penjajah. Namun
hasil perjuangan para pejuang kemersekaan dimasa kemerdekaan dulu yang rela
berkorban atas apapun yang penting Negara kita mendeka, bahkan nyawa sekalipun..
Sekarang, seharusnya kita sebagai pemuda juga harus memiliki semangat seperti pejuang
dulu, namun cara kita saja yang berbeda. Kita hanya terus melanjutkan perjuangan ini
33
agar bagaimana kedepannya Negara kita Indonesia ini bisa menjadi negara yang maju
disegala bidang dengan tidak melupakan sila-sila yanga ada dalam pancasila..
B. SARAN
Sedikit saran yang bisa saya berikan adalah sebagai berikut :
1. Sikap perjuangan para pemuda saat kemerdekaan dulu, sebaiknya harus sema dengan
sikap pemuda zaman sekarang dalam menghadapi masalah Negara maupun masalah
pribadi. Kini banyak para pemuda yang mudah putus asa menyelesaikan suatu masalah.
Misalnya, diberi tugas buat makalah saja, sudah ada yang mengeluh. Coba lihat pemuda
dulu, mereka susah payah pegang bambu runcing untuk melawan penjajah, keluar masuk
hutan, naik turun gunung, dan lain sebagainya.
2. Mengenai Museum-museum sejarah Indonesia, yang kini banyak yang tidak terawat
dibiarkan rusak, tidak terurusi. Seharusnya pemerintah lebih menjaga asset Negara ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_5._MUNCUL_DAN_BERKEMBANGNYA_PERGERAKAN_N
ASIONAL_INDONESIA"
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Dekret_Presiden_5_Juli_1959"
3. http:Mrday49•s.wordpress.com
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia"
5. "http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1945-1949)"
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1959-1966)"
7. Buku sejarah SMA Kelas 3 Jurusan IPS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar